TAGS
Aris
van de Loosdrecht dan Alida van de Loosdrecht
TORAJA (TCN) — Ini kisah Pendeta Antonie Aris
van de Loosdrecht dan Alida van de Loosdrecht, misionari pertama yang
memberitakan Injil ke Toraja,dan Martir Iman Tana Toraja.
Antonie
Aris van de Loosdrecht dan istrinya Alidaadalah misionaris pertama
yang menginjakkan kakinya di bumi Toraja. Atas jasanya masyarakat Toraja dapat
mengenal Injil Kristus. Bahkan dapat dikatakan dari “benih” pelayanan
mereka, Gereja Toraja dapat berdiri dan berkembang sampai sekarang.
Kisah perjuangan Pendeta Aris dan
istrinya Ida van de Loosdrecht yang rela menyeberangi lautan meninggalkan
keluarga dan orang-orang yang disayangi demi masyarakat Toraja yang tidak pernah mereka kenal sebelumnya, menjadi
bagian yang perlu kita teladani. Sungguh suatu pelayanan yang tidak akan pernah
dapat dibalas oleh masyarakat Toraja secara umum dan Gereja Toraja secara
khusus. Injil yang bertumbuh dan menjadi dasar terbentuknya Gereja Toraja
adalah Injil yang dihiasi dengan darah MARTIR Anton Aris van de Loosdrecht.
Aris van de Loosdrecht dan Alida van de Loosdrecht
menikah pada 7 Agustus 1913. Kemudian mereka berangkat untuk memberitakan Injil
ke Tanah Toraja pada tanggal 5 September 1913, ini berarti mereka pergi ke
sebuah tempat yang baru dan sangat terpencil kurang lebih satu bulan setelah
pernikahan mereka. Mereka tiba di Indonesia yang waktu itu dikenal dengan
sebutan “Hindia Belanda”. Akan tetapi tujuan mereka bukanlah Indonesia,
melainkan Tanah Toraja. Daerah ini merupakan daerah yang masih sangat
terpencil, belum lagi ancaman dari penduduk asli yang saat itu masih sering
mengadakan perburuan terhadap manusia (kalau kita tidak ingin menyebutnya
sebagai kanibalisme).
Anton dan Ida (demikian panggilan mereka) tinggal di
daerah Poso selama awal tahun 1914, di desa Tentena, sekitar 2000 Km timur laut
Rantepao. Sebelum berangkat ke Rantepao, mereka dibantu oleh seorang penerjemah
Alkitab N. Adriani, untuk menyesuaikan diri dan mengenal bahasa Toraja. Setelah
merasa matang dengan pelatihan dan informasi yang didapatnya, mereka kembali ke
Rantepao pada awal April.
Jelas bahwa Anton dan Ida sadar benar akan masalah
bahasa yang menjadi kendala bagi mereka memberitakan Injil, karena itu mereka
berusaha dengan sekuat tenaga untuk mempelajari bahasa Toraja.
Rumah
Kediaman Aris van de Loosdrecht
Mereka tinggal di Rantepao dan mulai melaksanakan berbagai pelayanan mereka. Karena pelayanan mereka banyak masyarakat Toraja yang tertarik dengan Injil sekalipun pada saat itu ikatan adat dan kepercayaan animisme masih sangat kuat. Anton dapat menjalin hubungan yang begitu akrab dengan para kepala-kepala suku dan juga para parenge’ atau para imam. Salah satu parenge’ yang dikenalnya cukup baik, bahkan dapat dikatakan menjalin persahabatan dengannya adalah Pong Maramba. Dikemudian hari hubungan ini menjadi rusak karena Pong Maramba meminta kepada Anton untuk bersedia menjual istrinya. Tentu saja permintaan ini didasari atas budaya patriakhal yang melihat perempuan sebagai milik laki-laki sehingga dapat diperlakukan semaunya, termasuk dijual. Sekalipun Anton telah menjelaskan bahwa dalam agama Kristen istri bukanlah milik melainkan sebagai rekan sekerja yang sama derajatnya, namun Pong Maramba tetap tidak mengerti penolakan Anton. Namun akhirnya konflik ini selesai ketika Pong Maramba ditangkap dan dipenjarakan.
Selama melaksanakan pelayanan di Tana Toraja, mereka
memfokuskan pada pembangunan sekolah-sekolah yang dapat menampung anak-anak
Toraja untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Anton sangat bekerja keras
dalam hal ini, dalam salah satu suratnya ke Belanda, Alida mengatakan bahwa
suaminya bekerja dari jam setengah enam pagi sampai jam sebelas malam. Dari
surat-suratnya kita dapat menyimpulkan bahwa pasangan misionaris ini sangatlah
ramah kepada masyarakat Toraja, hal ini diakibatkan karena mereka sendiri
mendapatkan sambutan yang sangat ramah dan baik dari masyarakat Toraja. Selain
itu mereka juga banyak memberikan pelayanan medis kepada masyarakat, dalam
surat-surat mereka, mereka menjelaskan akan rendahnya kualitas kehidupan dan
kesehatan masyarakat Toraja, bahkan para parenge’ mereka dalam kehidupan
sehari-hari tidak jauh berbeda dengan kehidupan para budaknya.
Perkembangan misi yang dilakukan oleh pasangan
misionaris ini sangat luar biasa, dalam beberapa waktu saja mereka telah
berhasil mendirikan banyak sekolah, dan para guru-guru didatangkan dari
daerah-daerah yang lebih dulu dikuasai oleh Belanda, seperti Ambon, Sangir, dan
Manado. Akan tetapi jumlah orang yang dibabtis sampai saat itu belum ada. Hal
ini disebabkan karena komitmen mereka akan pengejaran yang benar dan keyakinan
yang kokoh dalam Kristus akan dicapai jika mereka dibaptis dengan pemahaman
yang benar. Buah iman dari pelayanan mereka adalah dibaptisnya empat orang anak
Toraja dari golongan parenge’ yang telah mengikuti katekisasi dalam waktu yang
cukup lama. Anton tidak seperti pendeta-pendeta yang diutus dari Makassar di
Makale. Ia sangat mementingkan kualitas iman yang lahir dari pemahaman yang
benar akan iman Kristen, itulah sebabnya ia menolak membaptis keempat pemuda
ini pada awalnya, ia memaksa mereka untuk harus ikut pelajaran Katekisasi dulu,
jika mereka tidak ingin mereka boleh pergi ke Makale dan dibaptis oleh pendeta
lain di sana.
Bersama
Jemaat
Tantangan Injil di Toraja pada waktu itu ialah
adat-istiadat Toraja dan terutama golongan orang-orang yang menikmati
aturan-aturan adat tersebut. Mereka antara lain to parenge’ dan to Minaa (imam
aluk Todolo). Selain itu ada juga tantangan dari sesama orang Kristen dan
Belanda yang bekerja untuk pemerintah Hindia Belanda. Sekalipun mereka Kristen
namun iman mereka bukanlah iman Kristen. Tingkah laku mereka sangat memalukan
dan membuat orang-orang Kristen lainnya menjadi malu. Akan tetapi bagaimanapun
juga pekerjaan pasangan penginjil ini tidak sia-sia, ini terbukti dengan
didirikannya puluhan sekolah dengan jumlah murid ratusan orang.
Pada tanggal 26 juli 1917 Antonie Aris van de
Loosdrecht menghembuskan nafas terakhirnya di Bori’. Sungguh suatu peristiwa
yang sangat disayangkan harus terjadi. Misionaris ini meninggal setelah
mengalami pendarahan yang hebat akibat luka tusukan tombak yang mengenai
jantungnya.
Kronologis peristiwa tersebut di mulai ketika Anton
pada hari tersebut berencana berangkat ke beberapa wilayah kerjanya, yaitu
Nanggala, kemudian ke Balusu lalu mengakhiri perjalanannya di Bori’. Entah
mengapa rencananya ini diubah, ia tidak berangkat ke Nanggala dulu, tetapi ia
berangkat ke Bori lebih dahulu. Kira-kira jam empat sore ia berangkat ke Bori’
dan tiba di sana sekitar jam lima sore. Setelah mandi di kali belakang rumah
guru sekolah, ia kemudian duduk-duduk di beranda rumah guru bersama dengan guru
sekolah di Bori’. Mereka mendiskusikan beberapa cerita-cerita Alkitab yang akan
diterjemahkan kedalam bahasa Toraja.
Ketika hari mulai gelab, tiba-tiba seseorang yang
wajahnya telah dilumuri dengan arang sehingga menjadi sangat hitam dan sulit
untuk dikenali, melompat ke beranda rumah tersebut. Tidak lama kemudian ia
menghujamkan tombaknya ke dada Anton. Anton terjatuh dari atas kursi dan sang
pembunuh melarikan diri. Saat itu ia terluka parah, salah seorang murid
bermaksud untuk memanggil istri Anton di Barana’, namun Anton melarangnya ia
berkata “Tidak usah! Sebentar lagi saya akan mati, sampaikan salam saya kepada
Istri yang sangat saya cintai dan juga anak-anak saya, sekarang tinggalkan saya
sendiri, saya ingin berdoa”. Dalam keadaan berdoa inilah Anton menghembuskan
nafas terakhirnya. Darah seorang MARTIR telah tertumpah di Tana Toraja, untuk
apa dan mengapa?
Menurut kesaksian dari beberapa orang,
termasuk istri Anton, Kepala Polisi, dan bahkan pengakuan dari para pembunuh itu,
penulis dapat menyimpulkan bahwa pembunuhan itu adalah sebuah pembunuhan
berencana yang tujuannya memancing pemberontakan terhadap pemerintah Hindia
Belanda. Peristiwa ini merupakan imbas dari keputusan pemerintah Hindia Belanda
akan pembatasan hari perjudian. Sebelumnya pemerintah memberi isin dua belas
hari untuk mengadakan perjudian, namun kemudian dikurangi menjadi empat hari.
Akibatnya beberapa orang yang sudah sangat kecanduan terhadap judi bersumpah
untuk membunuh controuler (wakil pemerintah Hindia Belanda, setingkat Camat).
Dalam perjalanan mereka ke Rantepao pada sore tersebut, mereka melihat
kedatangan Anton yang adalah orang Belanda, maka muncullah niat untuk juga
membunuh Anton. Sungguh sangat disayangkan hal ini terjadi sebab ternyata pembunuh
Anton adalah orang yang kenal dekat dengannya, bahkan anak dari pembunuh ini
sangat rajin ke sekolah.
kisah perjuangan Anton dan Ida van der Loosdrecht yang rela menyeberangi lautan meninggalkan keluarga dan orang-orang yang disayangi demi masyarakat Toraja yang tidak pernah mereka kenal sebelumnya, menjadi bagian yang perlu kita teladani. Sungguh suatu pelayanan yang tidak akan pernah dapat dibalas oleh masyarakat Toraja secara umum dan Gereja Toraja secara khusus. Injil yang bertumbuh dan menjadi dasar terbentuknya Gereja Toraja adalah Injil yang dihiasi dengan darah MARTIR Anton Aris van der Loosdrecht.
kisah perjuangan Anton dan Ida van der Loosdrecht yang rela menyeberangi lautan meninggalkan keluarga dan orang-orang yang disayangi demi masyarakat Toraja yang tidak pernah mereka kenal sebelumnya, menjadi bagian yang perlu kita teladani. Sungguh suatu pelayanan yang tidak akan pernah dapat dibalas oleh masyarakat Toraja secara umum dan Gereja Toraja secara khusus. Injil yang bertumbuh dan menjadi dasar terbentuknya Gereja Toraja adalah Injil yang dihiasi dengan darah MARTIR Anton Aris van der Loosdrecht.